Bukan Sekadar Ijazah, Ini Serangan ke NKRI!

Bukan Sekadar Ijazah, Ini Serangan ke NKRI! Jika Fitnah Bisa Jatuhkan Presiden, Besok Negara Ini Tak Lagi Ada.

Bukan Sekadar Ijazah, Ini Serangan ke NKRI!

Bukan Sekadar Ijazah, Ini Serangan ke NKRI!

Jika Fitnah Bisa Jatuhkan Presiden, Besok Negara Ini Tak Lagi Ada

detakpolitik.com, Jakarta - Selama satu dekade terakhir, bangsa ini telah menikmati stabilitas politik dan kemajuan pembangunan yang relatif stabil, meskipun dalam tekanan global yang mengguncang banyak negara berkembang. Namun, dalam diam dan penuh perhitungan licik, sekelompok orang di balik layar terus bekerja siang malam, bukan untuk kemajuan bangsa, tetapi untuk satu tujuan: menjatuhkan kredibilitas pemimpin yang sah melalui narasi murahan yang terus dipoles agar tampak intelektual dan meyakinkan. Isu ijazah palsu yang dituduhkan kepada Presiden Joko Widodo adalah salah satu narasi berbahaya itu narasi busuk yang dikemas rapi untuk merusak kepercayaan rakyat kepada kepala negaranya.

Bayangkan, di tengah dunia yang sedang berubah cepat, di mana ketahanan bangsa ditentukan oleh kepercayaan publik terhadap negara dan pemerintahnya, kita malah membiarkan ruang diskusi nasional dipenuhi oleh tuduhan liar yang sudah berulang kali terbantahkan oleh institusi resmi. Kita membuang waktu untuk membahas kembali hal-hal yang bahkan anak SMA pun bisa pahami logikanya: bahwa seorang Presiden tidak mungkin bisa melewati seluruh prosedur pencalonan kepala daerah, kepala negara, dan disetujui oleh KPU, DPR, hingga Mahkamah Konstitusi jika ijazahnya benar-benar palsu.

Tapi, seperti penyakit kronis, kebohongan yang disebar terus-menerus mulai menunjukkan gejala kerusakan serius. Masyarakat bawah yang tidak semua punya akses informasi valid—mulai ragu. Anak muda yang baru belajar politik mulai kehilangan kepercayaan. Bahkan sebagian tokoh tua yang seharusnya jadi panutan, ikut menyebarkan keraguan dan kegaduhan, hanya demi kepentingan politik picik. Sungguh ini bukan lagi sekadar fitnah, tapi penghancuran sistematis terhadap sendi-sendi kepercayaan publik terhadap negara.

Kita tidak boleh diam. Rakyat tidak boleh hanya jadi penonton yang bingung menyaksikan debat kusir tentang keaslian selembar ijazah yang sudah puluhan kali diuji, diteliti, ditanyakan langsung ke pihak kampus, diverifikasi oleh KPU, dan bahkan sudah ditunjukkan kepada media. Bahkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sudah menyatakan dengan terang bahwa tidak ditemukan unsur pidana dalam tudingan tersebut. Lalu siapa lagi yang harus bicara? Apakah kita baru percaya kalau yang bicara adalah Tuhan dari langit?

Logika publik harus dibangun di atas kepercayaan kepada sistem yang sah, bukan pada opini viral tanpa bukti. Kalau kita percaya bahwa satu dokumen yang sudah sah secara hukum bisa dibatalkan oleh suara-suara sumbang di media sosial, maka tunggu kehancuran sistem kita. Hari ini yang diserang adalah ijazah Jokowi. Besok, siapa yang tahu? Bisa saja gelar doktor para rektor diserang. Bisa saja legitimasi anggota DPR dipertanyakan. Bisa saja pangkat jenderal TNI dipersoalkan. Dan saat itu terjadi, bukan hanya Jokowi yang mereka lumpuhkan, tapi keseluruhan bangunan kepercayaan publik terhadap negara.

Apa sebenarnya yang sedang diperjuangkan oleh mereka yang terus menggiring opini soal ijazah palsu ini? Mereka tidak peduli pada kebenaran. Mereka hanya ingin menjatuhkan Jokowi karena tidak bisa menang secara sah di medan demokrasi. Mereka ingin menggoyang kepercayaan rakyat agar pemimpin sah kehilangan legitimasi sosial. Dan mereka tidak peduli jika dalam proses itu, bangsa ini retak, terpecah, dan akhirnya hancur.

Ini bukan sekadar debat akademik. Ini adalah strategi penghancuran politik. Mereka tahu bahwa menyerang Jokowi secara langsung dalam bidang pembangunan, ekonomi, dan diplomasi akan sia-sia karena rekam jejaknya cukup kuat. Maka, mereka cari celah melalui hal yang kelihatan remeh, tapi bisa menimbulkan kehebohan. Satu lembar ijazah. Padahal, jika benar mereka peduli, mengapa baru ribut setelah hampir 10 tahun Jokowi menjabat? Mengapa tidak bersuara saat beliau mencalonkan diri sebagai walikota? Mengapa baru muncul suara keras menjelang dan setelah pemilu usai?

Ini bukan tentang keaslian ijazah. Ini tentang hasrat untuk mendelegitimasi pemimpin sah karena tidak mampu mengalahkan secara konstitusional. Ini tentang rasa sakit hati yang belum sembuh, dan ingin dilampiaskan dengan membakar kepercayaan publik melalui fitnah bertubi-tubi. Mereka ingin agar Jokowi tidak hanya dilupakan, tapi dilenyapkan dari ingatan publik sebagai Presiden yang sah.

Dan jika rakyat diam, maka negara ini dalam bahaya. Bahaya karena kita sedang menyaksikan penumpukan kebencian yang tidak didasarkan pada fakta, melainkan pada fabrikasi narasi penuh racun. Bahaya karena kita sedang membiarkan oknum-oknum berbahaya menguasai ruang diskusi publik. Bahaya karena kita sedang menganggap biasa ketika sebuah fitnah mampu menggeser rasa hormat rakyat pada presidennya. Bahaya karena ketika semua tokoh diam, suara hoaks menjadi dominan dan dianggap kebenaran.

Sejarah mencatat bahwa kehancuran sebuah bangsa bukan selalu karena penjajahan luar, tapi karena ketidakpercayaan yang ditumbuhkan dari dalam. Kita pernah melihat bagaimana negara-negara di Timur Tengah hancur karena elite politik dan rakyatnya terpecah dalam kepercayaan. Kita melihat Suriah, Libya, Irak bukan karena presiden mereka punya ijazah palsu, tapi karena kepercayaan publik diruntuhkan oleh narasi propaganda yang dirawat terus oleh lawan politik dalam negeri. Apakah kita mau bernasib sama?

Hari ini, kita harus bersuara lantang: hentikan fitnah ijazah palsu. Rakyat harus cerdas. Jangan terjebak dalam permainan pihak yang ingin bangsa ini gagal. Percayalah, kalau hari ini kita biarkan seorang Presiden diruntuhkan hanya karena satu narasi palsu yang sudah terbantahkan, maka jangan harap pemimpin selanjutnya akan selamat. Semua akan dilumpuhkan dengan cara yang sama. Kita akan hidup dalam ketakutan bahwa setiap pemimpin bisa dipermalukan dengan cara yang semurah dan serendah itu. Maka, siapa pun yang ingin bangsa ini tetap berdiri tegak, harus melawan narasi itu dengan akal sehat dan keberanian.

Lawan mereka bukan dengan amarah, tapi dengan kesadaran. Lawan mereka bukan dengan fitnah balik, tapi dengan fakta yang terang. Lawan mereka bukan dengan kekerasan, tapi dengan keberanian menyatakan bahwa negara ini terlalu besar untuk ditaklukkan oleh sekelompok kecil penghasut yang tidak pernah rela melihat rakyat bersatu.

Jokowi bukan dewa. Ia bisa salah. Tapi yang sedang mereka serang bukan cuma Jokowi. Mereka sedang menyerang nalar publik. Mereka sedang menghina institusi pendidikan nasional. Mereka sedang mempermainkan hukum. Mereka sedang menciptakan preseden bahwa sistem negara bisa dikalahkan oleh video TikTok, oleh akun bodong, oleh editan ijazah yang dipotret dari Google. Dan kalau itu kita biarkan, maka negeri ini bukan lagi republik yang berdiri atas hukum, melainkan pasar gosip yang ditentukan oleh siapa paling ramai bicara.

Wahai rakyat Indonesia, bangkitlah. Buka mata. Ini bukan sekadar soal ijazah. Ini soal masa depan republik. Jika engkau cinta negeri ini, jangan diam saat pemimpinmu dijatuhkan dengan cara hina. Jika engkau ingin anak cucumu hidup dalam negeri yang adil, jangan biarkan keadilan dikalahkan oleh viral. Berdirilah di barisan yang membela akal sehat. Dan katakan bersama-sama: cukup sudah fitnah ini. Negara ini bukan mainan. Jokowi adalah Presiden sah. Dan bangsa ini terlalu besar untuk dihancurkan oleh kebohongan kecil yang dipelihara oleh para pengecut. (john/dp)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow