Roy Suryo, Refly Harun, Eggy Sudjana Dkk Tak Dianggap Prabowo: Publik Tahu Siapa yang Akan Jatuh

Roy Suryo, Refly Harun, Eggy Sudjana Dkk Tak Dianggap Prabowo: Publik Tahu Siapa yang Akan Jatuh

Roy Suryo, Refly Harun, Eggy Sudjana Dkk Tak Dianggap Prabowo: Publik Tahu Siapa yang Akan Jatuh

detakpolitik.com, Jakarta - Dalam jagat politik Indonesia, selalu ada kelompok-kelompok yang mencoba memanfaatkan situasi, menjual isu murahan, dan menggiring opini publik dengan suara bising tapi kosong isi. Di tengah arus besar perubahan pasca Pilpres, ketika bangsa ini butuh stabilitas, kejelasan arah, dan kepemimpinan yang mampu membawa negara ke jenjang lebih tinggi, kita masih disuguhi tontonan kelompok kecil yang tak tahu diri. Nama-nama seperti Roy Suryo, Refly Harun, Eggy Sudjana, dan lingkaran yang sama-sama merasa dirinya paling benar, kini semakin tampak lucu ketika sikap Presiden Prabowo justru dingin, tanpa ampun, bahkan bisa disebut menertawakan mereka. Bukan dengan kata-kata kasar, melainkan dengan sikap diam penuh keyakinan: "ntar juga penjara sendiri, ntar juga ilang sendiri."

Kenyataan ini memukul telak harga diri mereka. Sebab, selama ini mereka begitu gencar melempar isu, menabuh genderang perlawanan, seolah-olah menjadi juru selamat demokrasi. Roy Suryo dengan gaya sok intelektual yang sudah lama basi, Refly Harun dengan gaya akademik yang dibungkus retorika murahan, dan Eggy Sudjana dengan narasi konstitusional yang tak pernah nyambung dengan kenyataan. Mereka mengira suara lantang mereka akan memancing reaksi besar dari Presiden baru, Prabowo Subianto. Namun yang terjadi adalah sebaliknya: Prabowo tak memberikan sedikit pun ruang atau atensi. Prabowo memilih berjalan terus dengan agendanya, sementara kelompok ini semakin menjerit sendiri di ruang hampa.

Sikap Prabowo ini bukanlah sikap lemah atau menghindar, melainkan strategi yang sangat matang. Sebab, Prabowo tahu persis bahwa mereka ini hanyalah orang-orang yang sibuk mencari panggung, menagih relevansi yang sudah lama hilang, dan mengais remah legitimasi dengan cara menyerang isu-isu basi seperti ijazah Jokowi, demokrasi abal-abal, atau tuduhan rekayasa hukum. Dengan menertawakan mereka, Prabowo menegaskan bahwa negara ini tidak bisa lagi diguncang oleh suara-suara sumbang yang tak punya daya tawar. Apa yang mereka lakukan hanyalah mendekatkan diri mereka sendiri pada jurang kehancuran. Dan kalimat "ntar juga penjara sendiri" menjadi simbol bahwa kebebasan bicara tanpa tanggung jawab, fitnah tanpa bukti, dan provokasi tanpa dasar, pada akhirnya akan menjerat mereka di ruang pengadilan dan jeruji besi.

Roy Suryo, misalnya. Sudah berkali-kali terjerat kasus hukum, dari soal meme, sampai masalah aset, hingga kini masih nekat tampil seolah dirinya paling paham hukum dan politik. Padahal publik sudah melihat jelas: ia bukan lagi pakar telematika yang dihormati, melainkan badut politik yang hanya pandai memelintir fakta. Refly Harun pun sama, seorang mantan pakar hukum tata negara yang kini lebih dikenal sebagai YouTuber pencari sensasi. Ia meracau tentang konstitusi, tapi semua penjelasannya berujung manipulasi untuk kepentingan politik kelompok tertentu. Eggy Sudjana? Nama yang identik dengan kegaduhan, klaim kosong, dan catatan hukum yang tak terhitung. Mereka ini bukanlah pejuang demokrasi, melainkan pedagang isu yang terus berharap ada yang mau membeli dagangan basi mereka.

Prabowo melihat semua itu dan memilih jalan berbeda. Ia tahu bahwa menanggapi mereka hanya akan memberikan panggung gratis, memompa ego yang sedang kempes, dan memperpanjang umur isu murahan. Maka Prabowo membiarkan mereka berteriak sendiri, membiarkan publik menilai bahwa yang mereka jual hanyalah kebencian tanpa logika. Inilah sikap seorang negarawan: tidak perlu repot membalas setiap gonggongan, cukup berjalan tegak dan tahu bahwa anjing-anjing liar itu akan kelelahan sendiri. Dan ketika mereka tersandung kasus hukum, yang menunggu hanyalah jeruji besi. Bukan karena Prabowo memburu mereka, melainkan karena mereka sendiri yang menggali lubang dengan tangan mereka.

Opini publik pun semakin menyudutkan kelompok ini. Masyarakat yang dulu mungkin sempat terprovokasi, kini mulai jengah. Bagaimana tidak? Setiap kali bicara, yang mereka keluarkan hanya caci maki, tuduhan tanpa bukti, dan teori konspirasi murahan. Sementara negara ini sedang sibuk menghadapi tantangan ekonomi global, membangun pertahanan, meningkatkan daya saing, dan membawa Indonesia ke panggung dunia, mereka masih saja terjebak dalam narasi picisan. Tidak heran jika akhirnya publik sendiri ikut menertawakan mereka, sama seperti Prabowo yang dengan dingin menutup mata dan telinga.

Yang lebih menyakitkan bagi kelompok Roy Suryo cs adalah kenyataan bahwa mereka tak lagi dianggap ancaman. Justru dengan diamnya Prabowo, pesan yang tersirat jauh lebih keras: "Kalian tak berarti apa-apa." Inilah pukulan paling telak, sebab selama ini mereka hidup dari atensi. Mereka butuh diperhatikan untuk merasa penting. Dan ketika atensi itu tak datang, mereka panik, mereka marah, dan akhirnya makin ngawur. Mereka seperti orang tenggelam yang berusaha menarik siapa saja agar ikut tenggelam, tetapi nyatanya justru makin dalam masuk ke pusaran.

Pada titik ini, publik bisa melihat kontras yang jelas. Di satu sisi ada Presiden yang serius membenahi negeri, mengatur strategi besar, mengonsolidasikan kekuatan politik dan ekonomi. Di sisi lain ada segelintir orang yang tak pernah puas, selalu menyebar isu, tapi tak pernah memberi solusi. Kontras inilah yang membuat kelompok itu semakin kehilangan relevansi. Dan seperti kata pepatah, waktu akan menguji segalanya. Mereka yang berteriak tanpa dasar, pada akhirnya akan terjerat oleh kebodohannya sendiri.

Jika kita tarik garis ke depan, sangat mungkin sejarah akan mencatat mereka bukan sebagai pahlawan demokrasi, melainkan sebagai pengacau yang pada akhirnya ditertawakan. Sebab demokrasi bukan sekadar kebebasan berteriak, tetapi juga tanggung jawab. Dan ketika tanggung jawab itu diabaikan, kebebasan berubah menjadi senjata makan tuan. Mereka menebar fitnah, tetapi hukum akan memetiknya. Mereka mencaci, tetapi publik akan menolak mereka. Mereka ingin mengguncang negara, tetapi negara berdiri lebih kokoh. Inilah yang mereka tak pernah sadari, bahwa dalam setiap langkah penuh kebencian, jerat hukum sudah menunggu.

Maka wajar jika sikap Prabowo yang menertawakan mereka menjadi sikap yang menohok. Bukan karena kata-kata kasarnya, tetapi justru karena sikap tenang yang tak memberi panggung. Inilah cara Prabowo mengajari publik: jangan terjebak oleh isu-isu murahan. Biarkan para badut itu menari di atas panggung kosong, karena pada akhirnya mereka akan tersungkur sendiri. Penjara bukanlah ancaman, melainkan konsekuensi alami dari perbuatan mereka sendiri.

Roy Suryo, Refly Harun, Eggy Sudjana, dan segenap lingkarannya boleh saja merasa masih punya peran. Tapi rakyat sudah membaca siapa mereka. Rakyat sudah tahu bahwa apa yang mereka jual hanyalah kebencian tanpa isi. Dan Presiden Prabowo telah menegaskan sikapnya: tak ada waktu, tak ada energi, tak ada atensi untuk mereka. Cukup senyum sinis, cukup gelengan kepala, cukup tawa kecil. Karena pada akhirnya, "ntar juga penjara sendiri alias capek sendiri." (dina/dp)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow