Dulu Ngegas, Sekarang Ngerayu? PDIP Kirim Sinyal Mesra ke Prabowo
Dulu Ngegas, Sekarang Ngerayu? PDIP Kirim Sinyal Mesra ke Prabowo
detakpolitik.com, JAKARTA - Jakarta kembali hangat. Bukan karena cuaca, tapi karena kabar "panas-dingin" dari dua tokoh besar negeri ini: Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri. Dua sosok ini pernah berada di satu medan perjuangan, pernah pula bersilang jalan, dan kini... tampaknya sedang berbagi sinyal. Sinyal politik, tentu saja, bukan sinyal WiFi.
Ceritanya begini. Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, dan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, bertandang ke kediaman Megawati. Bukan untuk arisan. Bukan pula untuk pinjam rice cooker. Tapi untuk menyampaikan... pesan rahasia dari Prabowo. Wuih! Rahasia, cuy. Serius. Rahasia negara yang katanya tidak bisa diungkap ke publik. Kalau bisa dibocorin, mungkin judul berita ini sudah jadi “Prabowo Minta Megawati Kembali ke Pelukan”.
Dasco blak-blakan bilang, "Kami memang diutus menyampaikan beberapa hal dan pesan yang sudah disampaikan." Tapi ketika ditanya isi pesannya? “Konfidensial,” katanya. Alias: maaf, rahasia negara... kami bukan infotainment.
Apa yang kita tahu dari pertemuan ini? Satu: ada pertukaran pesan. Dua: Mega memberikan wejangan tentang nilai-nilai Pancasila dan kemerdekaan. Tiga: ada suasana serius, tapi kayaknya juga penuh senyum. Dan empat: ada sinyal kuat bahwa Megawati dan PDIP mulai goyah, mulai berbalik arah... mulai, ya... menjilat lagi. Ups. Hehe.
Mari kita pelan-pelan bedah sinyal ini. Kita tahu, PDIP sampai sekarang ogah gabung ke Kabinet Merah Putih. Dari dulu, Megawati itu keras kepala. Kalau sudah ngambek, wah, kayak kucing dilempar baskom. Tapi, setelah Dasco datang, dan Megawati memberi pesan untuk "jaga kesehatan dan jaga Pak Prabowo" — kita semua mulai bingung: ini masih oposisi atau udah separuh jalan menuju kompromi?
Prasetyo Hadi, sang Mensesneg, menyampaikan bahwa pesan Megawati kepada Prabowo adalah: “jaga kesehatan, jaga Prabowo.” Lucu juga. Biasanya pesan kepada presiden itu serius: “Jaga stabilitas nasional, pertahankan kedaulatan bangsa.” Tapi ini? Kayak ibu-ibu titip anak ke guru TK. "Pak Prabowo jangan lupa minum vitamin ya, jangan lari-lari di koridor istana." Kalau bukan sinyal kedekatan, lalu apa?
Lalu datang Ahmad Muzani. Dengan nada kalemnya, ia mengatakan: “Pesan Pak Prabowo itu ya, kompak-kompak selalu.” Lah, ini kayak pesan grup WhatsApp keluarga. Udah mirip kayak abang-abang yang kalau mau bikin reuni bilang, “Pokoknya tetap solid ya, guys.” Kompak selalu? Antara siapa dan siapa? Megawati dengan siapa? Jokowi sudah pasti bukan. Gibran? Lebih cocok jadi bahan bully daripada diajak ngopi bareng.
Dan dari sinilah kita melihat mulai muncul nuansa akrobat politik. Seolah-olah semua pihak ingin saling menghindar dari friksi. Padahal, cuma beberapa bulan lalu PDIP itu seperti mau mengusir Jokowi dari keluarga besar banteng. Tapi sekarang... ketika Prabowo sudah resmi jadi presiden, dengan kekuasaan yang kian menggenggam, Megawati kayaknya mulai berpikir ulang.
PDIP adalah partai pemenang pemilu. Tapi sampai hari ini, partai itu ibarat mantan yang menang undian tapi tetap ditinggalin. Nggak diajak nikah. Kabinet Merah Putih tidak menempatkan satu pun menteri dari PDIP. Sekarang, ketika Megawati membuka pintu buat Dasco dan Prasetyo, kita tahu: itu bukan sekadar basa-basi. Itu bisa jadi modus. PDIP, yang katanya pejuang ideologis, sekarang kayaknya udah mulai turun ke bumi. Mereka sadar, susah kalau oposisi sendirian. Ibarat orang buka warung, tapi semua pelanggan pindah ke sebelah karena warungnya gak jual kopi susu kekinian.
Peneliti politik BRIN, Wasisto Raharjo Jati, mengatakan bahwa langkah Prabowo ini adalah bentuk strategi “merangkul semua pihak”. Tapi ayolah, kita tahu Prabowo bukan tukang rangkul biasa. Beliau ini master dalam mengajak semua tokoh masuk ke orbit kekuasaannya. Bahkan yang tadinya keras kepala bisa berubah haluan. Jokowi saja dulu lawan politik, sekarang malah mengantarkan kemenangan. Megawati? Yah, tinggal tunggu waktu.
Kalau Mega benar-benar bersatu dengan Prabowo, itu akan menjadi peristiwa politik yang... luar biasa. Luar biasa memalukan untuk narasi-narasi sebelumnya. Bukankah PDIP selama ini bilang Prabowo itu representasi masa lalu? Otoriter? Militeristik? Tapi sekarang, kalau benar mereka masuk kabinet, atau setidaknya menyokong dari belakang layar... ya itu namanya politik menjilat dalam diam.
Lucunya, PDIP sampai hari ini belum juga menggelar kongres. Apa jangan-jangan mereka lagi ngitung-ngitung... mau ubah arah partai? Kongres PDIP selama ini jadi ajang pemantapan garis keras ideologis. Tapi, setelah pilpres 2024, mungkin arah angin berubah. Mungkin, kongres nanti bukan untuk memperkuat barisan oposisi, melainkan untuk cari-cari alasan kenapa mereka harus "merapat" ke Prabowo. Halah, klasik.
Dan buat publik, ini semua seperti sinetron politik yang tak pernah tamat. Megawati yang dulu garang, sekarang memberi pesan penuh kelembutan. “Jaga Prabowo,” katanya. Cieee... Dulu katanya musuh, sekarang kayak nenek titip cucunya. Bahkan Prasetyo Hadi bilang itu dengan senyum lebar. Mungkin setelah keluar dari rumah Mega, mereka langsung WhatsApp Prabowo, “Pak, tugas selesai. Ibu Mega kelihatan adem kok. Udah bisa kita dekati dikit-dikit.”
Dari semua ini, jelas satu hal: PDIP sedang galau. Mereka menang pemilu tapi nggak menang kekuasaan. Megawati mungkin sedang menghitung opsi. Masuk ke pemerintahan berarti harus berdamai dengan Gibran dan Jokowi. Tapi di luar pemerintahan, PDIP seperti kapal tanpa arah. Oposisi sendirian itu berat, Bu. Apalagi kalau rakyat sudah nyaman dengan gaya Prabowo yang... yah, setidaknya lebih jenaka dari pidato Mbak Puan.
Dan lucunya lagi, dalam setiap pertemuan rahasia semacam ini, media jadi pusing sendiri. Semua pejabat yang ditemui cuma bilang, “Ada pesan, tapi rahasia.” Lah, terus kita harus analisis dari kode sandi? Dari cara senyum Megawati? Atau dari model baju Dasco? Mungkin nanti kita butuh ahli tafsir politik spesialis simbol-simbol wajah Mega.
Satu-satunya hal yang tidak bisa disembunyikan adalah perubahan aura. Aura PDIP yang dulu keras, sekarang mulai lunak. Mungkin ini bagian dari taktik bertahan. Atau... mungkin memang PDIP sadar, bahwa mereka tidak bisa melawan kekuatan gabungan Gerindra-Golkar-PAN-dan Jokowi Effect dalam satu barisan panjang. Jadi, lebih baik akur, daripada bubar jalan.
Publik hanya bisa menyimak. Kadang dengan kagum, kadang dengan geli. Tapi yang pasti, drama ini masih panjang. Prabowo dan Megawati sedang bermain catur. Dan kita semua menunggu, siapa yang akan menggerakkan pion duluan. Tapi dari gesture, dari pesan-pesan konfidensial, dan dari nada senyum-senyum ala emak-emak yang sudah tak lagi galak, kelihatannya sih... PDIP mulai pengin duduk bareng. Mulai ingin satu meja. Bahkan mungkin, satu dapur.
Ah, politik memang lucu. Yang hari ini bersumpah takkan bersatu, besok bisa peluk-pelukan. Dan kita cuma bisa tertawa sambil berkata: "Halahhh, beginilah kalau kursi kekuasaan lebih seksi daripada ideologi."
Dan kalau besok Megawati resmi gabung kabinet, atau minimal PDIP nggak ganggu pemerintah, kita tahu satu hal: ternyata, semua yang dulu bilang "kami berseberangan", kini cuma sedang ambil ancang-ancang buat... berbalik badan.
Begitulah. Politik Indonesia. Selalu penuh kejutan. Kadang menjijikkan, kadang menggelikan. Tapi yang pasti... selalu menghibur.
Apa Reaksi Anda?






